Jumat, 06 Juli 2012

kitab hadis dirayah


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu Aqli dan Naqli. Sumber  naqli ini merupakan pilar sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik dalam agamanya secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya.[1] Dan sumber yang sangat otentif bagi ummat Islam dalam hal ini adalah Al-Quran dan Hadis.
Allah telah memberikan pada ummat kita para pendahulu yang selalu menjaga hadis Nabi.[2] Mereka adalah orang-orang yang jujur, amanah, dan memegang janji.  Sebagian dari mereka  mencurahkan  perhatiannya  terhadap Al-Qur’an dan ilmunya, yaitu para Mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiaanya untuk menjaga hadis Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis. 
Berkenaan dengan berbagai macam ilmu yang berkaitan dengan keadaan para periwayat dan riwayat mereka, dan penyusunan ketentuan hukum antara hadis yang diterima dan di tolak ilmu hadis memberikan saham bagi pemeliharaan hadis dan penjelasannya, membedakan antara hadis kuat dan lemah, yang shahi>h dan dha’i>f, yang selamat dan cacat, serta yang nasi>kh dan mansukh.[3] Secara umum, menurut Ajaj al-Khatif dalam muqaddimah kitab usul hadi>s menyatakan bahwa ilmu hadis atau usu>l hadi>s  merupakan kaidah dan dasar-dasar yang sangat penting dalam menerima atau menolak suatu hadis.
Secara garis besar menurut kajian muta’khiru>n ilmu hadis terbagi menjadi dua, yaitu, ilmu hadist Riwa>yah dan ilmu hadist Dira>yah[4]. Ilmu hadis Dira>yah ilmu untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya. Serta untuk mengetahui keadaan para rawi, baik syarat-syaratnya macam-macam hadis yang diriwayatkan, dan segala yang berkaitan dengannya. 
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih jelas disini akan dipaparkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah yaitu :
1.      Apa pengertian kitab hadis Dira>yah ?
2.      Bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab hadis Dira>yah seperti, Jawa>mi, Mustadra>k, Athra>f,  Mu’jam, Takhri>j dan Zawa’i>d?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dira>yah
Ilmu hadis dira>yah biasa juga disebut ilmu Musta>lah al-Hadi>s, ilmu usu>, ulu>m al-Hadi>s dan Qawa>it al-Hadi>s. Al-Tirmizi mendefenisikan ilmu ini dengan:
قوانين تحد يدري بها   أحوال متن وسند وكيفية التحمل والأداء وصفا ة الرجا ل وغير ذلك[5]
“undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan cara  menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawih dan lain-lain”.
Adapula ulama yang menjelaskan bahwa ilmu hadis dira>yah ialah:
علم يعرف منه حقيقة الروايةوشرطها وأنواعها وأحكا مها وحا ل  الرواة وشروطهم واصنا ف الموىا ت وما يتعلق بها[6]
“Ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadis yang shahi>h yang disandarkan pada Rasul saw. Dan hadis  yang diragukan penyandarannya kepadanya”.
Izzuddin bin Jama’ah mengungkapkan bahwa ilmu hadis dira>yah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.[7]
Adapula ulama yang menjelaskan, bahwa ilmu hadis adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang dengannya antara hadis yang shahi>h yang disandarkan kepada Rasul saw dan hadis  yang diragukan penyandarannya kepadanya.[8]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis dira>yah, adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para rawi baik yang menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan hafalannya, maupun yang menyangkut  persambungan yang terputusnya sanad. Sedangkan keadaan marwi adalah dari sudut keshahi>han, kedha’i>fan, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan mempelajari ilmu hadis dira>yah ini banyak sekali faedah yang diperoleh antara lain:
a.       Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadis dari masa kemasa sejak dari masa Rasul saw sampai sekarang.
b.      Dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis;
c.       Mengetahui kaidah-kaidah yang di pergunakan para ulama dalam mengklafikasikan hadis.
d.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai pedoman dan beristimbat.
  Dari berbagai faedah diatas apabila di ambil intisarinya, maka faedah mempelajari ilmu haidis dira>yah adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah ia makbul (diterima) dan Mardut (ditolak), baik dilihat dari sudut sanad dan matannya.[9]
  Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasulullah masih hidup. Akan tetapi ilmu ini terasa diperlukan setelah Rasulullah wafak terutama sekali ketika ummat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawatan yang mereka lakukan sudah barang tentu secara lansung atau tidak memerlukan kaidah-kaidah guna menyeleksi periwayatan hadis disinilah ilmu hadis dira>yah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
  Dalam sejarah perkembangan hadis, bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara lengkap, adalah al-Qadi abu Muhammad al-Ramahurmuzi (wafat 360 H) dengan kitabnya al-Muhaddi>st al-Fashil baiina al-Ra>wi wa al-Wa’i[10]. Kemudian muncul al-Haqi Abu Abdillah al-Naisaburi (w.321-405 H) dengan kitabnya Ma’ri>fah Ulu>m al-Hadi>s setelah itu, muncul Abu Nu’aim Ahmad bin Abdillah al-Asfahani (w.336-430 H).
  Demikianlah selajutnya bermunculan kitab-kitab al-Mustha>lah al-Hadi>s, baik dalam bentuk nadzam, seperti kitab al-Fiyah al-Syuti, maupun dalam bentuk nakzar (Prosa). Dari kedua jenis ini para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj tsa>wi al-Nadzar karya al-Tirmizi sebagai syarah dari kitab Nadzam karangan al-Syuti.

B. Metodologi Penulisan Kitab-Kitab Hadis Dira>yah
  Dari segi tipe penulisannya, kitab-kitab hadis dira>yah itu dapat diklasifasikan sebagai berikut;
1.    Al-Jawa>mi’
Al-jawa>mi’ jama’ dari ja>mi’ sedangkan jawa>mi’ dalam karya hadis adalah apa yang disusun dan dibutuhkan oleh pengarangnya terhadap semua pembahasan agama.[11] Maka dalam kitab model ini anda akan menemukan bab tentang iman (aqidah), Thaharah, Ibadah, Muamalat, Pernikahan, Zirah, Riwayat hidup, Tafsir,  Adat,  Fitnah dan lain-lain.
Kitab-kitab ja>mi’ yang terkenal adalah :
a.       Al-ja>mi’ as-Shahi>h karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w.256 H), orang yang pertama menyusun dan membukukan hadis shahi>h akan tetapi belum mencakup semuanya.
b.      Al-ja>mi’ ash-Shahi>h, karya Imam Abdul Huzain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi Annai Saburi (w 261 H), berisi kumpulan hadis yang shah>ih sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh Imam  Muslim, dimulai dengan kitab iman, kemudian kitab thahara, kitab haid, kitab shalat, dan di akhiri dengan kitab tafsir. Jumlah semuanya ada 54 kitab. Setiap kitab meliputi beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sejumlah hadis.
c.       Alja>mi’ ash-Shahi<h, karya Imam Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmi>zi (Wafat 279 H) merupakan kumpulan hadis shahi>h hasan dan dha’i>f. Namun sebagian besar dijelaskan derajat hadis tersebut dengan urutan bab-bab.[12]
Di antara syarah dari kitab Tirmi>zi ini: “Aridhatul Ahwaddzi Ala at-Tirmizi” karya al-Hanif Abu Bakar  Muhammad bin Abdullah al-Isybili, atau yang lebih dikenal dengan ibn al-Arabi al-Maliki (w 543 H). Kemudian disyarah oleh al-Hafidz Abdurrahman bin Ahmad ibn Rajab al-Hambali (w 795 H). Kitab ja>mi’ at-Tirmidzi biasanya dinamakan dengan “sunan at-Tirmidzi”.
2.    Mustadra>k
Tipe mustadra>k adalah tipe penyusunan kitab hadis yang dilakukan dengan menyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum dalam kitab hadis yang lain namun dalam penulisan hadis-hadis susulan itu penulis kitab mengikuti persyaratan periwayatan hadis yang dipakai dalam kitab lain. Dengan kata lain, tipe mustadra>k adalah tipe penyusunan kitab yang menghimpun hadis-hadis yang tidak dimuak dalam kitab-kitab hadis tertentu sesuai dengan syarat-syaratnya kemudian dimasukkan sebagai tambahan pada kitab lain.[13] karakteristik tipe mustadra>k adalah:
a.       Munyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadis tertentu;
b.      Dalam penelisan hadis-hadis susulan itu penulis kitab mengikuti persyaratan periwayatan hadis yang dipakai oleh kitab itu;
c.       Kualitas hadis yang diriwayatkan beragam ada yang shahi>h, hasan, dan dha’i>f.
Diantara kitab yang ditulis dalam tipe ini yang cukup terkenal adalah karya al-Hakim al-Naizaburi (wafat 405 H) yang berjudul : al-Mustadra>k ala al-Shahi>hayn. Kitab ini disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana kitab shahi>h al-Bukhari dan Muslim[14]. Dalam kitab ini al-Hakim mencantumkan 3 kategori hadis yaitu:
1.      Hadis-hadis shahi>h menurut syarat al-Bukhari dan Muslim atau salah-satunya, tetapi keduanya tidak meriwayatkan dalam kitab mereka.
2.      Hadis-hadis shahi>h menurut al-Hakim, meskipun tidak sesuai dengan kriteria al-Bukhari dan Muslim atau salah satunya yang disebut dengan Shahi>hah al-Isnad;
3.      Hadis-hadis yang tidak shahi>h menurut al-Hakim dan dijelaskan sebab-sebabnya.
Selain karya al-Hakim diatas kitab-kitab hadis yang disusun tipe al-Mustadra>k adalah al-Ilzamat karya al-Daruthutni (wafat 385 H) dan al-Mustadra>k ala al-Shahi>hayan oleh Abu tsa>r al-Harawi (434 H).

3.    Athra>f
Disamping tipe penulisan hadis yang menggunakan tipe juz pada masa klasik dikenal  pula penulisan kitab hadis dengan menggunakan tipe athra>f. Kata athra>f merupakan bentuk jama’ tharf. Secara bahasa, athra>f berarti pangkal-pangkal atau bagian-bagian, yaitu bagian dari matan hadis yang dapat menungjukkan keseluruhannya[15]. Secara terminologis, tipe athra>f adalah tipe pembukuan hadis dengan menyebutkan pangkal hadis saja sebagai petunjuk pada matan hadis selekapnya. Dengan kata lain, tipe athra>f  tipe penulisan kitab hadis dengan menyebutkan sebagin hadis saja sebagai tanda kelanjutan hadis yang dimaksud, atau tipe penulisan kitab hadis yang menghimpun hadis hanya awal matannya saja tanpa menyebutkan matan hadis seutuhnya.[16]
             Penyusunan dengan tipe athra>f setidaknya menggunakan dengan dua cara :
1.      Berdasarkan nama-nama sahabat sesuai huruf hijaiyah, misalnya dimulai dari sahabat yang namanya dimulai dengan huruf alif kemudian ba’ dan selanjutnya.
2.      Berdasarkan huruf awal matan hadis seperti yang dilakukan oleh Abu al-Fadil ibn Tahir dalam kitabnya athra>f al-Ghara>if wa al-Faraf dan Muhammad bin Huzain dalam kitabnya al-Kasya>f fi Ma’rifa al-Athra>f  yang memuat kitab hadis enam.[17]
Beberapa manfaat yang diperoleh dengan menggunakan tipe athra>f yang disusun berdasarkan tipe athra>f adalah
1.      Dapat mengetahui sanad-sanad hadis yang berbeda-beda dalam suatu tempat selanjutnya dapat diketahui status hadis-hadis tersebut apakah termasuk hadist dai>f, aziz, atau masyhur
2.      Dapat mengetahui jumlah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat dalam kitab-kitab yang menggunakan tipe athra>f
3.      Dapat mengetahui para periwayat hadis, yaitu para ulama yang mengarang kitab-kitab hadis,  pokok bab yang mereka riwayatkan.
Kitab-kitab yang ditulis yang menggunakan tipe athra>f antara lain:
1.      Athra>f al-Shahi>hayan, karya Abu Mas’ud Ibrahim  ibn Muhammad al-Damasyki (wafat 104 H)[18]
2.      Atra>f al-Shshi>hsyn, oleh Abu Muhammad Khalik ibn Muhammad al-Whashi>ti (W.104 H);
3.      Al- Atra>f al-Ma’ri>fah al-Atra>f , karya Abu al-Qasim ali ibn al-Hasan (w.175 H);
4.      Tuhfah al-Asra>f  bi ma’ri>fah al-Atra>f’ karya al-hafizh Yusuf adb al-Rahman  al-Missi (w. 742 H)
5.      Ittiha>f al-Mahrah  bi Atra>f  al-Syarah  oleh Ahmad ibn Hajar al-Asqola>ni (w.852 H)
4.    Mu’ja>m
Kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat guru-guru hadis, negeri-negeri,dan lain-lain menggunakan mu’jam. Biasanya nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’ja>m jamaknya mu’jam . dengan kata lain ,kitab mu’jam adalah kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat guru-guru,negara kabilah dan lain-lain.[19] karesteristik tipe mu’jam adalah:
1.      Disusun berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadis,negeri-negeri dan lain-lain
2.      Nama-nama itu disusun berdasarkan huruf mu’jam.
3.      Kualitas hadis yang dihimpun beragam ada yang shahi>h, hasan dan dha’i>f
4.      Tidak disusun berdasarkan bab-bab fiqiyah.
5.      Sulit dicari berdasarkan hadis berdasarkan tipe tertentu.
Tipe hadis yang disusun berdasarkan tipe mu’jam banyak sekali dan yang mashur adalah:
a)         Kitab mu’ja>m al-khabir karya Abu al-Qosim Sulaimanibn Ahmad al-Thabra>>ni (w. 360 H), yang disusun berdasrkan nama-nama sahabat sesuai urutan huruf hijaiyyah, kecuali hadis-hadis riwa>yat Abu Hurairah[20].
b)         Kitab al-Mu’ja>m al-Awsa>th, juga karya Abu Qosim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabra>ni(w.360 H) yang disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang hampir mencapai 2.000 orang dan didalamnya terdapat 30.000 hadis.
c)         Kitab al-Mu’ja>m al-Shaghi>r juga karya Abu Qosim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabrani (w.360 H) yang meriwatkan hadis dari 1.000 orang guru.
d)         Kitab Mu’ja>m al-Shaha>bah karya Ahmad Ali al-Hamdani (w.398 H) juga dengan judul yang sama karya  Abu Ya’la Ahmad Ali al-Mushi>li (w.308 H)

5.    Mustakhra>j
Penulisan kitab hadis berdarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab lain, kemudian penulis kitab yang pertama tadi mencantumkan sanadnya sendiri menggunakan tipe mustahkra>j. Misalnya, kitab mustakhra>j  atas kitab Shahi>h al-Bukhari penulisannya menyalin kembali hadis-hadis yang terdapat dalam shahi>h al-Buhari kemudian mencamtungkan sanad dari dia sendiri bukan sanad sanad yang terdapat dalam kitab Shahi>h al-Buhari itu.
            Dalam hal ini , kitab-kitab hadis di takhri>j oleh seorang pengarang dengan menggunakan sanadnya sendiri bukan sanad pengaran hadis yang ditakhri>jkan, namun keduanya bertemu pada satu guru yang sama atau periwayat yang diatasnya bahkan pad tingkattan sahabat dengan syarat tidak bertemu pada tingkatan yang lebih jauh sehingga putuslah sanad yang menghubungkan pada guru yang lebih dekat,  kecuali terdapat sebab seperti sanad yang ali atau terdapat ziya>dah penting. Akan tetapi mustakhra>j terkadang membuang hadis yang tidak mempunyai sanad yang dapat terima dan kadamg pula membuatkan hadis dari sanad pengarang kitab yang ditakhrij-kan hadisnya.[21]
            Dilihat dari segi metafiska penulisannya,kitab mustakhra>j harus sesuai dengan kitab yang ditakhrij-kan hadisnya baik susunan maupun pembagian bab sebab topik pembahasan ktab-kitab mustakhra>j adalah topik pembahasan kitab-kitab jawa>mi’ yang di takhrij itu baik susunan, jumlah pembahasan maupun bab-babnya. Di samping itu menurt Mahmud al-Thahha>n, cara penggunaan sama dengan penggunaan kitab-kitab ja>mi’ . kitab-kitab mustakhra>j selain terdapat kitab-kitab ja>mi’ misalnya mustakhra>j terhadap Sunan Abu daud karya al-Qosim ibn Usbugh dan mustakhra>j karya Abu Nu’aym al-Ashfaha>ni terhadap kitab at-Tawhid oleh ibn Hizaymah tidak sama dengan kitab mustakhra>j terhadap kitab ja>mi’ tetapi hanya seperti kitab-kitab yang di takhrij itu sendiri.[22]
            Kitab-kitab mustakhra>j banyak sekali seperti kitab-kitab yang ditakhri>j, bahkan lebih banyak lagi. Sebagian kitab men-takhrij hadis-hadis dalam Shahi>h al-Bukhari  dan Shahi>h Muslim  atau salah satunya. Misalnya, kitab-kitab yang mentakhri>j Shahi>h al-Bukhari mustkhra>j al-Ismaili (w. 371 H), Mustakhra>j al-Ghithrif (w.377 H) dan Mustakhra>j ibnu abi zu>hul (W. 378 H). Kitab-kitab yang mentakhra>j shahi>h muslim: Mustakhra>j abu awanah al-Isfirayani (W. 316 H), Mustakhra>j al- Humayadi (W. 311 H), dan Mustkhra>j abu Hamid al- Hara>wi (W. 355 H). Kitab-kitab yang muntakhri>j hadis-hadis dalam shahi>h al-Bukhari dan muslim : Mustakhra>j abu Nuayam al- Asbaha>ni (W. 430 H), Mustakhra>j Ibnu al-akhra>m (W. 344 H), dan mustakhra>j abu bakar al-barqa>ni (W>. 425 H)[23].
6.    Zawa>id
Secara bahasa, Zawa>id berarti tambahan-tambahan menurut terminologi ulama hadis, tepi zawa>id adalah tipe penulisan kitb-kitab hadis dengan himpunan hadis-hadis tambahan dalam sebagian kitab selain yang terdapat dalam tertentu. Kitab zawa>id berisi hadis-hadis yang ditulis oleh seorang Mukharrij dalam kitabnya dan tidak terdapat dalam kitab-kitab lain. Misalnya kitab Mizbah al-Zuja>ja fi Zawa>id ibnu Majah, karya al-Busyari ( W. 840 H) yang berisi hadis-hadis yang ditulis ibn Majah dalam kitab sunannya dan hal itu tidak terdapat dalam 5 kitab hadis yang lain ( Shahi>h al- Bukhari, Shahi>h Muslim, sunan at-Turmuzi, sunan al-Nasa’i)[24]. Karakteristik tipe zawai>d adalah :
1.      Berisi hadis-hadis yang ditulis seorang mukharrij dalam kitabnya dan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis lain;
2.      Kebanyakan disusun berdasarkan bab-bab fiqhi;
3.      Kualitas hadis didalamnya bervariasi ada yang shahi>h, hasan, dan dha’>if.
Di antara kitab yang ditulis menggunakan tipe zawai>d selain karya al-busyairi di atas adalah :
1.      Kitab fawai>d al-Muntaqa li zawai>d al-Baihaqi karya al-Busyairi. Kitab ini menghimpun hadis-hadis ziya>da kitab sunan al-Baihaqi al-Qudra yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (al-syitta)
2.      Kitab ithaf al-Sadah al- Mahra al-Qiya>>ra bizawai>d al- Mazanit al-sayaro karya al-Busyairi. Kitab ini menghimpun hadis-hadis siya>dah 10 musnad (Musdad Abu daud al-Toyalizi al-Humaidi musadadat ibnu musyarhat muhammad ibnu yahya al-adni, ishak ibnu Rahawaya, Abu Bakar ibnu Abu Ayaibah, Ahmad ibnu Mani’, Abdu ibnu Humayat, al-Haris ibnu Muhammad ibnu Abi Huzamah, dan musnadA ya’la al-Mushili yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (al-kutub al-sitta).
3.      Kitab al-mata>lib al-aliyah bizawai>d al-mazai>d al-zamaniyah karya ahmad ibnu ali ibnu hajat al-asqa>lani (W. 852 H). Kitab ini menghimpun hadis-hadis ziya>dah dari  sepuluh  musnad  tersebut kecuali musnad abu ya’la al-mushili dan ishak ibnu rahawaya  yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (Al-kutub Al-Sitta )dan musnad Ahmad.
4.      Kitab Majma al-Zawai>d wa man ba al-fawa>id karya Abu Bakar al-Haistami (W. 807 H) kitab ini merupakan Zawai>d musnad Ahmad, abu Ya’la al-Mushili, abu Bakar al-Bazzar, dan kitab Mu’jab (Mu’jam al-Kabir, Mu”jam al-Ausam, dan Mu’jam As-Shoghir) yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (al-kutub al-sitta).









BAB III
KESIMPULAN
1.      Hadis dira>yah adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
2.      Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa metodologi penulisan hadis dira>yah diantaranya:
a.       Jawa>mi’ adalah tipe penyusunan kitab-kitab hadis yang memuat hadis-hadis berbagai macam masalah  keagamaan.
b.      Mustadra>k adalah tipe penyusunan kitab yang menghimpun hadis-hadis yang tidak dimuat dalam kitab-kitab hadis tertentu sesuai dengan syarat kemudian dimasukkan sebagai tambahan kitab-kitab lain
c.       Athra>f adalah  tipe pembukuan hadis dengan menyebutkan pangkal hadis saja sebagai petunjuk pada matan hadis selengkapnya.
d.      Mu’ja>m  adalah kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat guru-guru, negara dan kabila
e.       Mustakhra>j adalah penyusunan kitab hadit berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab lain, kemudian penulisan kitab yang pertama tadi mencantumkan sanadnya sendiri menggunakan tipe mustakhra>j
f.        Zawai>d adalah tipe penulisan kitab hadis dengan menghimpun hadis-hadis tambahan dalam sebagian kitab selain yang terdapat dalam kita tertentu,
DAFTAR PUSTAKA
Idri, Studi al-Hadis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010

Al-Khtib, M. Ajaj, Hadis Nabi Sebelum dibukukan. Jakarta: PT. Gema Insani Press. 1999

Al-Qattan , Syeh Manna. 2005. Maba>hits fi Ulu>m Hadis. Terj. Mifdhol Abdurrahman. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.

Jalal al-din abd rahman al-Syuti. Tadri>b al-Ra>wi fi Syarah Taqrib al-Nawawi. Madinah: al-Maktabah al-Ilmiyah.1972 M.

Muhammad, al-Thahhan. Usu>l al-Tarikh wa Dira>sah al-Asanid. Beirut: Dar Al-Qur’an.

Saputra, Munzier. Ilmu Hads. Cet; Keenam 2010. PT. Raja Grafindo Persada
Qodhi, al-Nu’man, al-Hadis al-Syarief Riwa>yah wa Dira>yah, Mesir; Jumhuriyah,t.t.




[1] Mifdhol Abdurrahman Pengantar Studi ilmu Hadi>s, Cet. Pertama, Pustaka al-Kausar 2005.h.19.

[2] Ibid 
[3] Lihat ‘Ajaj al-khatib, ushul al-Hadi>s ‘Ulumuh wa Mustholahul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 7

[4] Ibid.

[5] Al-Syuthi, Tadri>b al-Rawy fi Sya>rh Taqrib al-Nnawawi,juz,1,(Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.7

[6] Ibid.
[7] ‘ltr. op. Cit.h.14

[8] Al-Nu’am a al-Qadhi, al-Hadi>ts al-Syari>f, Riwa>yah wa Dirayah, (Mesir; Jumhur al- Arabiyah,t.t), h.77
[9] Munzier Saputra, Ilmu Hadits, Cet; keenam. 2010.PT Raja Grafindo Persada. h.27

[10] Ibid. h. 28.
[11] Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis, Cet; pertama 2005. Pustaka al-Kautsar. h.56

[12] Ibid. h.58
.
[13] Idri. Studi hadi>s (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 124

[14] Ibid. h. 127
[15] Ibid. h.113

[16] Manna’ al-Qatta>n, Maba>hits fi Ulu>m Al-Qur’a>n, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1988,) h.123

[17] Muhammad al-Thahhan, Usu>l al-Takhri>j, h.47

[18] Ibid h.48
[19] Ibid. h.111
[20] Ibid.
[21] Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman ibn Abi Bakar al-Suyuti, Tadri>b al-Ra>wi fi Sya>rh Taqrib al-Nawa>wi, jilid I (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.112

[22] Muhammad al-Thahha>n, usu>l al-Takhri>j, h.115

[23]Ibid, h.116

[24] Ibid, h.118