BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Manusia dalam hidupnya
membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari pengetahuan tersebut ada
dua macam yaitu Aqli dan Naqli. Sumber naqli ini merupakan pilar sebagian besar ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik dalam agamanya secara khusus,
maupun masalah dunia pada umumnya.[1]
Dan sumber yang sangat otentif bagi ummat Islam dalam hal ini adalah Al-Quran
dan Hadis.
Allah telah memberikan
pada ummat kita para pendahulu yang selalu menjaga hadis Nabi.[2]
Mereka adalah orang-orang yang jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian dari mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Al-Qur’an dan ilmunya, yaitu para
Mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiaanya untuk menjaga hadis Nabi
dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis.
Berkenaan dengan
berbagai macam ilmu yang berkaitan dengan keadaan para periwayat dan riwayat
mereka, dan penyusunan ketentuan hukum antara hadis yang diterima dan di tolak
ilmu hadis memberikan saham bagi pemeliharaan hadis dan penjelasannya,
membedakan antara hadis kuat dan lemah, yang shahi>h dan dha’i>f, yang
selamat dan cacat, serta yang nasi>kh dan mansukh.[3]
Secara umum, menurut Ajaj al-Khatif dalam muqaddimah kitab usul hadi>s menyatakan
bahwa ilmu hadis atau usu>l hadi>s merupakan kaidah dan dasar-dasar yang sangat
penting dalam menerima atau menolak suatu hadis.
Secara garis besar
menurut kajian muta’khiru>n ilmu hadis terbagi menjadi dua, yaitu, ilmu
hadist Riwa>yah dan ilmu hadist Dira>yah[4].
Ilmu hadis Dira>yah ilmu untuk mengetahui hakikat periwayatan,
syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya. Serta untuk mengetahui keadaan
para rawi, baik syarat-syaratnya macam-macam hadis yang diriwayatkan, dan
segala yang berkaitan dengannya.
B. Rumusan Masalah
Untuk
lebih jelas disini akan dipaparkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah yaitu :
1.
Apa pengertian
kitab hadis Dira>yah ?
2.
Bagaimana
metodologi penyusunan kitab-kitab hadis Dira>yah seperti, Jawa>mi,
Mustadra>k, Athra>f, Mu’jam,
Takhri>j dan Zawa’i>d?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dira>yah
Ilmu
hadis dira>yah biasa juga disebut ilmu Musta>lah al-Hadi>s, ilmu
usu>, ulu>m al-Hadi>s dan Qawa>it al-Hadi>s. Al-Tirmizi
mendefenisikan ilmu ini dengan:
“undang-undang
atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan cara menerima dan meriwayatkan sifat-sifat perawih
dan lain-lain”.
Adapula
ulama yang menjelaskan bahwa ilmu hadis dira>yah ialah:
علم يعرف منه حقيقة الروايةوشرطها
وأنواعها وأحكا مها وحا ل الرواة وشروطهم
واصنا ف الموىا ت وما يتعلق بها[6]
“Ilmu
pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan,
yang dengannya kami dapat membedakan antara hadis yang shahi>h yang
disandarkan pada Rasul saw. Dan hadis
yang diragukan penyandarannya kepadanya”.
Izzuddin
bin Jama’ah mengungkapkan bahwa ilmu hadis dira>yah adalah ilmu yang
membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan
matan.[7]
Adapula
ulama yang menjelaskan, bahwa ilmu hadis adalah ilmu pengetahuan yang membahas
tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan yang dengannya antara
hadis yang shahi>h yang disandarkan kepada Rasul saw dan hadis yang diragukan penyandarannya kepadanya.[8]
Dari
beberapa pengertian diatas, dapat diketahui bahwa objek pembahasan ilmu hadis
dira>yah, adalah keadaan para perawi dan marwinya. Keadaan para rawi baik
yang menyangkut pribadinya, seperti akhlak, tabi’at, dan keadaan hafalannya,
maupun yang menyangkut persambungan yang
terputusnya sanad. Sedangkan keadaan marwi adalah dari sudut keshahi>han,
kedha’i>fan, dan dari sudut lain yang berkaitan dengan keadaan matan.
Dengan
mempelajari ilmu hadis dira>yah ini banyak sekali faedah yang diperoleh
antara lain:
a.
Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan ilmu hadis dari masa kemasa sejak dari masa Rasul saw
sampai sekarang.
b.
Dapat
mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang telah mereka lakukan dalam
mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan hadis;
c.
Mengetahui
kaidah-kaidah yang di pergunakan para ulama dalam mengklafikasikan hadis.
d.
Dapat
mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadis sebagai
pedoman dan beristimbat.
Dari berbagai faedah diatas apabila di ambil
intisarinya, maka faedah mempelajari ilmu haidis dira>yah adalah untuk mengetahui
kualitas sebuah hadis, apakah ia makbul (diterima) dan Mardut (ditolak), baik
dilihat dari sudut sanad dan matannya.[9]
Ilmu ini telah tumbuh sejak zaman Rasulullah
masih hidup. Akan tetapi ilmu ini terasa diperlukan setelah Rasulullah wafak
terutama sekali ketika ummat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan
mengadakan perlawatan yang mereka lakukan sudah barang tentu secara lansung
atau tidak memerlukan kaidah-kaidah guna menyeleksi periwayatan hadis disinilah
ilmu hadis dira>yah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.
Dalam sejarah perkembangan hadis, bahwa ulama
yang pertama kali berhasil menyusun ilmu ini dalam suatu disiplin ilmu secara
lengkap, adalah al-Qadi abu Muhammad al-Ramahurmuzi (wafat 360 H) dengan
kitabnya al-Muhaddi>st al-Fashil baiina al-Ra>wi wa al-Wa’i[10].
Kemudian muncul al-Haqi Abu Abdillah al-Naisaburi (w.321-405 H) dengan kitabnya
Ma’ri>fah Ulu>m al-Hadi>s setelah itu, muncul Abu Nu’aim Ahmad
bin Abdillah al-Asfahani (w.336-430 H).
Demikianlah selajutnya bermunculan
kitab-kitab al-Mustha>lah al-Hadi>s, baik dalam bentuk nadzam, seperti
kitab al-Fiyah al-Syuti, maupun dalam bentuk nakzar (Prosa). Dari kedua
jenis ini para ulama juga memberikan syarahnya, seperti kitab Manhaj tsa>wi
al-Nadzar karya al-Tirmizi sebagai syarah dari kitab Nadzam karangan
al-Syuti.
B. Metodologi Penulisan Kitab-Kitab Hadis Dira>yah
Dari segi tipe penulisannya, kitab-kitab
hadis dira>yah itu dapat diklasifasikan sebagai berikut;
1.
Al-Jawa>mi’
Al-jawa>mi’
jama’ dari ja>mi’ sedangkan jawa>mi’ dalam karya hadis adalah apa
yang disusun dan dibutuhkan oleh pengarangnya terhadap semua pembahasan agama.[11]
Maka dalam kitab model ini anda akan menemukan bab tentang iman (aqidah), Thaharah,
Ibadah, Muamalat, Pernikahan, Zirah, Riwayat hidup, Tafsir, Adat, Fitnah
dan lain-lain.
Kitab-kitab
ja>mi’ yang terkenal adalah :
a.
Al-ja>mi’ as-Shahi>h
karya Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w.256 H), orang yang
pertama menyusun dan membukukan hadis shahi>h akan tetapi belum
mencakup semuanya.
b.
Al-ja>mi’ ash-Shahi>h,
karya Imam Abdul Huzain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi Annai Saburi (w 261 H),
berisi kumpulan hadis yang shah>ih sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh
Imam Muslim, dimulai dengan kitab iman,
kemudian kitab thahara, kitab haid, kitab shalat, dan di akhiri dengan kitab
tafsir. Jumlah semuanya ada 54 kitab. Setiap kitab meliputi beberapa bab dan
setiap bab terdiri dari sejumlah hadis.
c.
Alja>mi’ ash-Shahi<h,
karya Imam Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmi>zi (Wafat 279 H) merupakan kumpulan
hadis shahi>h hasan dan dha’i>f. Namun sebagian besar dijelaskan derajat
hadis tersebut dengan urutan bab-bab.[12]
Di
antara syarah dari kitab Tirmi>zi ini: “Aridhatul Ahwaddzi Ala at-Tirmizi”
karya al-Hanif Abu Bakar Muhammad bin
Abdullah al-Isybili, atau yang lebih dikenal dengan ibn al-Arabi al-Maliki (w
543 H). Kemudian disyarah oleh al-Hafidz Abdurrahman bin Ahmad ibn Rajab
al-Hambali (w 795 H). Kitab ja>mi’ at-Tirmidzi biasanya dinamakan dengan
“sunan at-Tirmidzi”.
2.
Mustadra>k
Tipe mustadra>k
adalah tipe penyusunan kitab hadis yang dilakukan dengan menyusulkan
hadis-hadis yang tidak tercantum dalam kitab hadis yang lain namun dalam
penulisan hadis-hadis susulan itu penulis kitab mengikuti persyaratan
periwayatan hadis yang dipakai dalam kitab lain. Dengan kata lain, tipe
mustadra>k adalah tipe penyusunan kitab yang menghimpun hadis-hadis yang
tidak dimuak dalam kitab-kitab hadis tertentu sesuai dengan syarat-syaratnya
kemudian dimasukkan sebagai tambahan pada kitab lain.[13]
karakteristik tipe mustadra>k adalah:
a.
Munyusulkan
hadis-hadis yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadis tertentu;
b.
Dalam penelisan
hadis-hadis susulan itu penulis kitab mengikuti persyaratan periwayatan hadis
yang dipakai oleh kitab itu;
c.
Kualitas hadis yang
diriwayatkan beragam ada yang shahi>h, hasan, dan dha’i>f.
Diantara
kitab yang ditulis dalam tipe ini yang cukup terkenal adalah karya al-Hakim al-Naizaburi
(wafat 405 H) yang berjudul : al-Mustadra>k ala al-Shahi>hayn.
Kitab ini disusun berdasarkan bab-bab fiqh sebagaimana kitab shahi>h al-Bukhari
dan Muslim[14]. Dalam
kitab ini al-Hakim mencantumkan 3 kategori hadis yaitu:
1.
Hadis-hadis
shahi>h menurut syarat al-Bukhari dan Muslim atau salah-satunya, tetapi
keduanya tidak meriwayatkan dalam kitab mereka.
2.
Hadis-hadis
shahi>h menurut al-Hakim, meskipun tidak sesuai dengan kriteria al-Bukhari
dan Muslim atau salah satunya yang disebut dengan Shahi>hah al-Isnad;
3.
Hadis-hadis
yang tidak shahi>h menurut al-Hakim dan dijelaskan sebab-sebabnya.
Selain karya al-Hakim diatas
kitab-kitab hadis yang disusun tipe al-Mustadra>k adalah al-Ilzamat
karya al-Daruthutni (wafat 385 H) dan al-Mustadra>k ala al-Shahi>hayan
oleh Abu tsa>r al-Harawi (434 H).
3.
Athra>f
Disamping
tipe penulisan hadis yang menggunakan tipe juz pada masa klasik dikenal pula penulisan kitab hadis dengan menggunakan
tipe athra>f. Kata athra>f merupakan bentuk jama’ tharf.
Secara bahasa, athra>f berarti pangkal-pangkal atau bagian-bagian, yaitu
bagian dari matan hadis yang dapat menungjukkan keseluruhannya[15].
Secara terminologis, tipe athra>f adalah tipe pembukuan hadis dengan
menyebutkan pangkal hadis saja sebagai petunjuk pada matan hadis selekapnya.
Dengan kata lain, tipe athra>f tipe penulisan kitab hadis dengan menyebutkan
sebagin hadis saja sebagai tanda kelanjutan hadis yang dimaksud, atau tipe
penulisan kitab hadis yang menghimpun hadis hanya awal matannya saja tanpa
menyebutkan matan hadis seutuhnya.[16]
Penyusunan dengan tipe athra>f setidaknya
menggunakan dengan dua cara :
1.
Berdasarkan
nama-nama sahabat sesuai huruf hijaiyah, misalnya dimulai dari sahabat
yang namanya dimulai dengan huruf alif kemudian ba’ dan selanjutnya.
2.
Berdasarkan
huruf awal matan hadis seperti yang dilakukan oleh Abu al-Fadil ibn Tahir dalam
kitabnya athra>f al-Ghara>if wa al-Faraf dan Muhammad bin Huzain
dalam kitabnya al-Kasya>f fi Ma’rifa al-Athra>f yang memuat kitab hadis enam.[17]
Beberapa
manfaat yang diperoleh dengan menggunakan tipe athra>f yang disusun
berdasarkan tipe athra>f adalah
1.
Dapat
mengetahui sanad-sanad hadis yang berbeda-beda dalam suatu tempat selanjutnya
dapat diketahui status hadis-hadis tersebut apakah termasuk hadist dai>f,
aziz, atau masyhur
2.
Dapat
mengetahui jumlah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat dalam
kitab-kitab yang menggunakan tipe athra>f
3.
Dapat mengetahui
para periwayat hadis, yaitu para ulama yang mengarang kitab-kitab hadis, pokok bab yang mereka riwayatkan.
Kitab-kitab
yang ditulis yang menggunakan tipe athra>f antara lain:
2.
Atra>f
al-Shshi>hsyn, oleh Abu Muhammad Khalik ibn Muhammad
al-Whashi>ti (W.104 H);
3.
Al- Atra>f
al-Ma’ri>fah al-Atra>f , karya Abu al-Qasim ali
ibn al-Hasan (w.175 H);
4.
Tuhfah al-Asra>f bi ma’ri>fah al-Atra>f’
karya al-hafizh Yusuf adb al-Rahman
al-Missi (w. 742 H)
5.
Ittiha>f
al-Mahrah bi Atra>f al-Syarah oleh Ahmad ibn Hajar al-Asqola>ni (w.852
H)
4.
Mu’ja>m
Kitab
hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat guru-guru hadis,
negeri-negeri,dan lain-lain menggunakan mu’jam. Biasanya nama-nama itu disusun
berdasarkan huruf mu’ja>m jamaknya mu’jam . dengan kata lain ,kitab mu’jam
adalah kitab yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat guru-guru,negara
kabilah dan lain-lain.[19]
karesteristik tipe mu’jam adalah:
1.
Disusun
berdasarkan nama-nama para sahabat, guru-guru hadis,negeri-negeri dan lain-lain
2.
Nama-nama itu
disusun berdasarkan huruf mu’jam.
3.
Kualitas hadis
yang dihimpun beragam ada yang shahi>h, hasan dan dha’i>f
4.
Tidak disusun
berdasarkan bab-bab fiqiyah.
5.
Sulit dicari
berdasarkan hadis berdasarkan tipe tertentu.
Tipe hadis yang disusun
berdasarkan tipe mu’jam banyak sekali dan yang mashur adalah:
a)
Kitab mu’ja>m
al-khabir karya Abu al-Qosim Sulaimanibn Ahmad al-Thabra>>ni (w. 360
H), yang disusun berdasrkan nama-nama sahabat sesuai urutan huruf hijaiyyah,
kecuali hadis-hadis riwa>yat Abu Hurairah[20].
b)
Kitab al-Mu’ja>m
al-Awsa>th, juga karya Abu Qosim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabra>ni(w.360
H) yang disusun berdasarkan nama-nama gurunya yang hampir mencapai 2.000 orang
dan didalamnya terdapat 30.000 hadis.
c)
Kitab al-Mu’ja>m
al-Shaghi>r juga karya Abu Qosim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabrani (w.360
H) yang meriwatkan hadis dari 1.000 orang guru.
d)
Kitab Mu’ja>m
al-Shaha>bah karya Ahmad Ali al-Hamdani (w.398 H) juga dengan judul yang
sama karya Abu Ya’la Ahmad Ali al-Mushi>li
(w.308 H)
5.
Mustakhra>j
Penulisan
kitab hadis berdarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam
kitab-kitab lain, kemudian penulis kitab yang pertama tadi mencantumkan
sanadnya sendiri menggunakan tipe mustahkra>j. Misalnya, kitab mustakhra>j atas kitab Shahi>h al-Bukhari penulisannya
menyalin kembali hadis-hadis yang terdapat dalam shahi>h al-Buhari kemudian
mencamtungkan sanad dari dia sendiri bukan sanad sanad yang terdapat dalam
kitab Shahi>h al-Buhari itu.
Dalam hal ini , kitab-kitab hadis di
takhri>j oleh seorang pengarang dengan menggunakan sanadnya sendiri
bukan sanad pengaran hadis yang ditakhri>jkan, namun keduanya bertemu
pada satu guru yang sama atau periwayat yang diatasnya bahkan pad tingkattan
sahabat dengan syarat tidak bertemu pada tingkatan yang lebih jauh sehingga
putuslah sanad yang menghubungkan pada guru yang lebih dekat, kecuali terdapat sebab seperti sanad yang ali
atau terdapat ziya>dah penting. Akan tetapi mustakhra>j terkadang
membuang hadis yang tidak mempunyai sanad yang dapat terima dan kadamg pula
membuatkan hadis dari sanad pengarang kitab yang ditakhrij-kan hadisnya.[21]
Dilihat dari segi metafiska
penulisannya,kitab mustakhra>j harus sesuai dengan kitab yang ditakhrij-kan
hadisnya baik susunan maupun pembagian bab sebab topik pembahasan ktab-kitab mustakhra>j
adalah topik pembahasan kitab-kitab jawa>mi’ yang di takhrij
itu baik susunan, jumlah pembahasan maupun bab-babnya. Di samping itu menurt
Mahmud al-Thahha>n, cara penggunaan sama dengan penggunaan kitab-kitab ja>mi’
. kitab-kitab mustakhra>j selain terdapat kitab-kitab ja>mi’
misalnya mustakhra>j terhadap Sunan Abu daud karya al-Qosim ibn
Usbugh dan mustakhra>j karya Abu Nu’aym al-Ashfaha>ni terhadap
kitab at-Tawhid oleh ibn Hizaymah tidak sama dengan kitab mustakhra>j
terhadap kitab ja>mi’ tetapi hanya seperti kitab-kitab yang di takhrij
itu sendiri.[22]
Kitab-kitab mustakhra>j
banyak sekali seperti kitab-kitab yang ditakhri>j, bahkan lebih
banyak lagi. Sebagian kitab men-takhrij hadis-hadis dalam Shahi>h
al-Bukhari dan Shahi>h Muslim atau salah satunya. Misalnya, kitab-kitab yang
mentakhri>j Shahi>h al-Bukhari mustkhra>j al-Ismaili
(w. 371 H), Mustakhra>j al-Ghithrif (w.377 H) dan Mustakhra>j
ibnu abi zu>hul (W. 378 H). Kitab-kitab yang mentakhra>j shahi>h
muslim: Mustakhra>j abu awanah al-Isfirayani (W. 316 H), Mustakhra>j
al- Humayadi (W. 311 H), dan Mustkhra>j abu Hamid al- Hara>wi
(W. 355 H). Kitab-kitab yang muntakhri>j hadis-hadis dalam shahi>h
al-Bukhari dan muslim : Mustakhra>j abu Nuayam al- Asbaha>ni (W.
430 H), Mustakhra>j Ibnu al-akhra>m (W. 344 H), dan mustakhra>j
abu bakar al-barqa>ni (W>. 425 H)[23].
6.
Zawa>id
Secara
bahasa, Zawa>id berarti tambahan-tambahan menurut terminologi ulama
hadis, tepi zawa>id adalah tipe penulisan kitb-kitab hadis dengan himpunan
hadis-hadis tambahan dalam sebagian kitab selain yang terdapat dalam tertentu.
Kitab zawa>id berisi hadis-hadis yang ditulis oleh seorang Mukharrij
dalam kitabnya dan tidak terdapat dalam kitab-kitab lain. Misalnya kitab Mizbah
al-Zuja>ja fi Zawa>id ibnu Majah, karya al-Busyari ( W. 840 H) yang
berisi hadis-hadis yang ditulis ibn Majah dalam kitab sunannya dan hal itu tidak
terdapat dalam 5 kitab hadis yang lain ( Shahi>h al- Bukhari, Shahi>h
Muslim, sunan at-Turmuzi, sunan al-Nasa’i)[24].
Karakteristik tipe zawai>d adalah :
1.
Berisi
hadis-hadis yang ditulis seorang mukharrij dalam kitabnya dan tidak terdapat
dalam kitab-kitab hadis lain;
2.
Kebanyakan
disusun berdasarkan bab-bab fiqhi;
3.
Kualitas hadis
didalamnya bervariasi ada yang shahi>h, hasan, dan dha’>if.
Di
antara kitab yang ditulis menggunakan tipe zawai>d selain karya al-busyairi
di atas adalah :
1.
Kitab fawai>d
al-Muntaqa li zawai>d al-Baihaqi karya al-Busyairi. Kitab ini menghimpun
hadis-hadis ziya>da kitab sunan al-Baihaqi al-Qudra yang tidak terdapat
dalam kitab hadis yang enam (al-syitta)
2.
Kitab ithaf al-Sadah
al- Mahra al-Qiya>>ra bizawai>d al- Mazanit al-sayaro karya
al-Busyairi. Kitab ini menghimpun hadis-hadis siya>dah 10 musnad (Musdad Abu
daud al-Toyalizi al-Humaidi musadadat ibnu musyarhat muhammad ibnu yahya
al-adni, ishak ibnu Rahawaya, Abu Bakar ibnu Abu Ayaibah, Ahmad ibnu Mani’, Abdu
ibnu Humayat, al-Haris ibnu Muhammad ibnu Abi Huzamah, dan musnadA ya’la al-Mushili
yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (al-kutub al-sitta).
3.
Kitab al-mata>lib
al-aliyah bizawai>d al-mazai>d al-zamaniyah karya ahmad ibnu ali ibnu
hajat al-asqa>lani (W. 852 H). Kitab ini menghimpun hadis-hadis ziya>dah
dari sepuluh musnad tersebut kecuali musnad abu ya’la al-mushili
dan ishak ibnu rahawaya yang tidak
terdapat dalam kitab hadis yang enam (Al-kutub Al-Sitta )dan musnad
Ahmad.
4.
Kitab Majma
al-Zawai>d wa man ba al-fawa>id karya Abu Bakar al-Haistami (W. 807
H) kitab ini merupakan Zawai>d musnad Ahmad, abu Ya’la al-Mushili, abu Bakar
al-Bazzar, dan kitab Mu’jab (Mu’jam al-Kabir, Mu”jam al-Ausam, dan Mu’jam
As-Shoghir) yang tidak terdapat dalam kitab hadis yang enam (al-kutub
al-sitta).
BAB III
KESIMPULAN
1.
Hadis dira>yah
adalah ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui
keadaan sanad dan matan.
2.
Dari uraian
tadi dapat disimpulkan bahwa metodologi penulisan hadis dira>yah
diantaranya:
a.
Jawa>mi’
adalah tipe penyusunan kitab-kitab hadis yang memuat hadis-hadis berbagai macam
masalah keagamaan.
b.
Mustadra>k
adalah tipe penyusunan kitab yang menghimpun hadis-hadis yang tidak dimuat
dalam kitab-kitab hadis tertentu sesuai dengan syarat kemudian dimasukkan
sebagai tambahan kitab-kitab lain
c.
Athra>f
adalah tipe pembukuan hadis dengan
menyebutkan pangkal hadis saja sebagai petunjuk pada matan hadis selengkapnya.
d.
Mu’ja>m adalah kitab yang disusun berdasarkan
nama-nama sahabat guru-guru, negara dan kabila
e.
Mustakhra>j
adalah penyusunan kitab hadit berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang
terdapat dalam kitab lain, kemudian penulisan kitab yang pertama tadi
mencantumkan sanadnya sendiri menggunakan tipe mustakhra>j
f.
Zawai>d
adalah tipe penulisan kitab hadis dengan menghimpun hadis-hadis tambahan dalam
sebagian kitab selain yang terdapat dalam kita tertentu,
DAFTAR
PUSTAKA
Idri, Studi al-Hadis, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group. 2010
Al-Khtib,
M. Ajaj, Hadis Nabi Sebelum dibukukan. Jakarta: PT. Gema Insani Press.
1999
Al-Qattan
, Syeh Manna. 2005. Maba>hits fi Ulu>m Hadis. Terj. Mifdhol
Abdurrahman. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
Jalal
al-din abd rahman al-Syuti. Tadri>b al-Ra>wi fi Syarah Taqrib
al-Nawawi. Madinah: al-Maktabah al-Ilmiyah.1972 M.
Muhammad,
al-Thahhan. Usu>l al-Tarikh wa Dira>sah al-Asanid. Beirut: Dar
Al-Qur’an.
Saputra,
Munzier. Ilmu Hads. Cet; Keenam 2010. PT. Raja Grafindo Persada
Qodhi,
al-Nu’man, al-Hadis al-Syarief Riwa>yah wa Dira>yah, Mesir;
Jumhuriyah,t.t.
[1] Mifdhol Abdurrahman Pengantar
Studi ilmu Hadi>s, Cet. Pertama, Pustaka al-Kausar 2005.h.19.
[2] Ibid
[3] Lihat ‘Ajaj al-khatib, ushul
al-Hadi>s ‘Ulumuh wa Mustholahul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 7
[4] Ibid.
[5] Al-Syuthi, Tadri>b al-Rawy
fi Sya>rh Taqrib al-Nnawawi,juz,1,(Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.7
[6] Ibid.
[7] ‘ltr. op. Cit.h.14
[8] Al-Nu’am a al-Qadhi, al-Hadi>ts
al-Syari>f, Riwa>yah wa Dirayah, (Mesir; Jumhur al- Arabiyah,t.t),
h.77
[9] Munzier Saputra, Ilmu Hadits,
Cet; keenam. 2010.PT Raja Grafindo Persada. h.27
[11] Mifdhol Abdurrahman, Pengantar
Studi Ilmu Hadis, Cet; pertama 2005. Pustaka al-Kautsar. h.56
[12] Ibid. h.58
.
[13] Idri. Studi hadi>s
(Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 124
[15] Ibid. h.113
[16] Manna’ al-Qatta>n, Maba>hits
fi Ulu>m Al-Qur’a>n, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1988,) h.123
[17] Muhammad al-Thahhan, Usu>l
al-Takhri>j, h.47
[19] Ibid. h.111
[20] Ibid.
[21] Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman ibn
Abi Bakar al-Suyuti, Tadri>b al-Ra>wi fi Sya>rh Taqrib al-Nawa>wi,
jilid I (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), h.112
[22] Muhammad al-Thahha>n, usu>l
al-Takhri>j, h.115